Halo sobat WE+ ada yang lagi ngerasain burnout? Burnout itu bukan cuma “capek kerja” biasa. Hal Ini sudah diakui WHO sebagai fenomena terkait pekerjaan yang muncul karena stres kerja kronis yang tidak tertangani dengan baik (sumber:WHO). Di bawah ini merupakan rangkuman ciri-cirinya dan data terbaru, khususnya di Indonesia.
1. Apa itu burnout menurut WHO?
WHO memasukkan burnout ke dalam ICD-11 sebagai “sindrom yang dikonsepsikan sebagai hasil dari stres kronis di tempat kerja yang tidak berhasil dikelola.” Ciri utamanya ada tiga:
- Rasa lelah yang sangat (energy depletion/exhaustion)
- Muncul jarak mental dari pekerjaan atau rasa sinis/negatif terhadap pekerjaan
- Penurunan efektivitas profesional (merasa tidak kompeten / tidak berdaya di pekerjaan)
Burnout khusus konteks kerja, jadi bukan label untuk semua masalah hidup, tapi efek dari tekanan kerja yang berkepanjangan.
2. Ciri-ciri orang yang sedang burnout
Ciri di bawah ini biasanya muncul bersama-sama. Semakin banyak yang kamu rasakan, semakin besar kemungkinan kamu sedang menuju atau sudah mengalami burnout.
2.1 Kelelahan fisik dan emosional yang tidak hilang
- Selalu lelah meski sudah tidur atau libur
– Bangun tidur tetap terasa berat, rasanya “batre” tidak pernah penuh. - Tubuh gampang sakit
– Sakit kepala, nyeri otot, gangguan pencernaan, flu berulang, yang sering muncul ketika stres tinggi. - Emosi cepat habis
– Hal kecil terasa sangat mengganggu, mudah menangis, atau sebaliknya jadi mati rasa.
2.2 Sinis, muak, dan menjauh dari pekerjaan
- Merasa benci atau sinis terhadap pekerjaan
– Pekerjaan yang dulu biasa saja atau menyenangkan sekarang terasa menjengkelkan, “apa sih gunanya semua ini?” - Menarik diri dari rekan kerja
– Menghindari chat, meeting, atau obrolan; malas terlibat dalam tim; lebih memilih diam. - Merasa tidak peduli lagi
– Yang penting “asal beres”, tidak ada lagi rasa bangga atau ownership terhadap hasil kerja.
2.3 Merasa tidak mampu dan kinerja menurun
- Merasa tidak kompeten
– Sering berpikir “kayaknya aku jelek banget di kerjaan ini” walaupun objektifnya tidak seburuk itu. - Produktivitas turun
– Tugas yang biasanya selesai cepat jadi molor. Banyak menunda (prokrastinasi), menatap layar tanpa bergerak. - Banyak lupa dan susah fokus
– Sering salah, lupa detail, atau susah konsentrasi di meeting dan dokumen.
2.4 Perubahan perilaku dan kebiasaan sehari-hari
- Pola tidur berantakan
– Susah tidur karena kepikiran kerja, atau justru tidur terus untuk “lari” dari kenyataan. - Pola makan tidak teratur
– Makan berlebihan (stress eating) atau kehilangan nafsu makan. - Melampiaskan ke kebiasaan kurang sehat
– Ngopi berlebihan, rokok bertambah, scroll medsos tanpa henti, atau pelarian lain yang sebenarnya tidak menyelesaikan masalah.
2.5 Perubahan emosi dan relasi
- Mudah marah dan tersinggung
– Hal kecil dari rekan kerja / keluarga bisa langsung meledak. - Merasa sendirian dan tidak dipahami
– “Cuma aku yang begini”, padahal banyak orang mengalami hal serupa. - Hubungan dengan orang dekat menegang
– Karena lelah dan mental penuh, jadi makin sering konflik dengan pasangan, keluarga, atau teman.
3. Data terbaru tentang burnout di Indonesia
Angka resmi burnout memang bervariasi karena cara ukur dan definisinya berbeda-beda. Tapi berbagai survei terbaru menunjukkan tren yang mengkhawatirkan, terutama di kalangan pekerja muda.
- Kemenkes RI: 83% pekerja alami gejala burnout
– Artikel edukasi RS Pusat Pertamina mengutip data Kementerian Kesehatan RI (2023) yang menyebut sekitar 83% pekerja di Indonesia mengalami gejala burnout. (sumber: RSPP) - Lebih dari 52% karyawan mengalami burnout atau kelelahan kerja kronis
– Laporan “SHRM 2025 Insights: Workplace Mental Health” yang dikutip oleh Antara pada Oktober 2025 menyebut lebih dari 52% karyawan mengalami burnout atau kelelahan kerja kronis, dan 4 dari 10 pekerja merasa pekerjaannya berdampak negatif pada kesehatan mental mereka. (sumber:antaranews.com) - 77,3% responden di Indonesia mengaku pernah mengalami burnout
– mengutip survei CNN Indonesia 2021, bahwa 77,3% responden mengaku pernah mengalami burnout (sumber: CNN Indonesia). - WHO 2025: >60% pekerja muda laporkan gejala burnout
– Laporan yang dirangkum RRI (Oktober 2025) menyebut survei WHO 2025: lebih dari 60% pekerja muda di dunia pernah mengalami gejala burnout seperti kelelahan emosional dan sinisme terhadap pekerjaan (sumber: RRI.co.id).
– Di Indonesia, ini jadi sangat relevan karena milenial dan Gen Z kini sekitar 58,7% dari total angkatan kerja (sumber: mediaindonesia.com).
Garis besarnya:
• Mayoritas pekerja Indonesia mengaku pernah mengalami gejala burnout.
• Pekerja muda (milenial & Gen Z) adalah kelompok yang paling rentan terkena burnout.
•
4. Apa yang bisa dilakukan kalau merasa burnout?
Kalau dari ciri-ciri di atas kamu merasa “aku banget”, beberapa langkah ini bisa membantu:
- Akui dulu bahwa kamu sedang kewalahan
– Bukan lemah, bukan manja. Burnout itu respons normal terhadap beban yang tidak seimbang dengan sumber daya diri. - Evaluasi beban kerja dan batasan
– Coba lihat: tugas mana yang bisa didelegasikan, dikurangi, atau dinegosiasikan?
– Bicarakan dengan atasan atau tim tentang prioritas yang realistis. - Pulihkan tubuh dan ritme harian
– Tidur cukup, makan teratur, dan aktivitas fisik ringan (jalan kaki, stretching) sangat membantu menurunkan stres kronis. - Bangun dukungan sosial
– Cerita ke orang yang kamu percaya: teman, keluarga, atau rekan kerja yang suportif. Hanya didengar saja kadang sudah bikin napas lega. - Konsultasi ke profesional
– Kalau gejala sudah mengganggu aktivitas harian (kerja berantakan, sulit tidur berminggu-minggu, cemas berat, atau muncul pikiran untuk menyakiti diri), penting banget untuk konsultasi ke psikolog/psikiater.
Kalau suatu saat kamu atau orang di sekitarmu sampai punya pikiran untuk menyakiti diri atau bunuh diri, itu sudah tanda alarm merah: segera cari bantuan darurat (IGD rumah sakit, hotline krisis, atau layanan kesehatan mental terdekat).
Kesimpulan
Burnout bukan sekadar “capek kerja”, tetapi kondisi kelelahan fisik, mental, dan emosional yang muncul karena stres kerja kronis yang tidak dikelola dengan baik. Ciri-cirinya tampak dari rasa lelah yang tidak hilang meski sudah istirahat, munculnya sikap sinis dan menjauh dari pekerjaan, penurunan kinerja, sulit fokus, serta perubahan emosi dan kebiasaan sehari-hari. Berbagai data terbaru menunjukkan bahwa sebagian besar pekerja Indonesia, terutama generasi muda dan sektor tertentu seperti tenaga kesehatan, pernah mengalami gejala burnout. Artinya, burnout bukan kasus individu, tetapi fenomena yang semakin mengkhawatirkan di dunia kerja.
Karena itu, mengenali ciri-ciri burnout sejak dini menjadi langkah penting agar tidak berujung pada gangguan kesehatan yang lebih serius. Individu perlu berani mengakui kondisi diri, menata ulang beban kerja dan batasan pribadi, serta membangun dukungan sosial. Di sisi lain, organisasi dan tempat kerja juga memegang peran besar melalui kebijakan yang lebih manusiawi, beban kerja yang realistis, dan budaya kerja yang peduli kesehatan mental. Jika gejala burnout sudah mengganggu aktivitas sehari-hari, mencari bantuan profesional (psikolog atau psikiater) adalah bentuk keberanian, bukan kelemahan. Dengan kesadaran dan langkah pencegahan bersama, burnout bisa dikelola dan kualitas hidup pekerja dapat meningkat.




